OPINI, sosialnews.com – Waduk Sawir berada di sebelah tenggara Desa
Sawir Kecamatan Tambakboyo Tuban, kondisinya saat ini terkepung oleh
tapak pabrik semen. Disamping masyarakat sekitar kesulitan menuju lokasi
waduk, saluran primer waduk juga terhalang pembangunan tapak pabrik
semen seluas 8,4 ha. Saat ini, yang akan membawa perubahan drastis
hamparan morfologi di kawasan tersebut.
Pembangunan yang saat ini sudah berjalan berupa pemagaran, perataan
tapak pabrik sampai pada pembangunan 12 fasilitas komponen pendukung
produksi selain pelabuhan dan PLTU. Pabrik semen yang merupakan
metamorfosis dari PT DA tersebut akan menguras SDA hampir 3,6
juta/tahun, diantaranya 4 juta ton batu kapur, 900.000 ton tanah liat,
70.000 ton pasir silica, 70.000 ton pasir besi dan ribuan ton batu bara.
Pada salah satu sudut lokasi terdapat bangunan Waduk Sawir, sebuah
waduk penampungan air larian permukaan (surface run off) seluas 1 ha
dengan kedalaman 7 – 10 m, terdapat dua saluran primer dan sekunder.
Limpahan volume air pada musim hujan melalui saluran primer mengikuti
cekungan lembah kecil dan mengairi tegalan disisi utara sampai pada
lahan pertanian basah Desa Sawir dan Desa Glondonggede. Namun cekungan
lembah tempat secara alamiah mengalirkan air permukaan, sekarang
terhalang oleh tapak pabrik berpagar yang hanya berjarak 10 m. Pada
saluran sekunder yang aliranya diatur oleh kran besar lempengan baja
dialirkan melalui saluran sipil irigasi buatan, menuju arah utara hingga
sampai pada lahan pertanian basah ratusan hektar dibawahnya.
Tak berhenti disitu keadaan waduk mendatang, akan semakin terpuruk
keberadaanya dikarenakan daerah tangkapan air diatasnya. Disamping
menjadi tapak pabrik juga berada satu alur dengan lokasi penambangan
batu kapur (limestone) untuk bahan baku semen yang mencapai luasan 800
ha bahkan lebih. Terdesaknya fungsi waduk yang sudah ada sejak zaman
penjajahan tersebut saat ini menuju titik nadzir.
Masalah lain yang nampak meski baru tahap pembangunan, adalah
masyarakat kesulitan menuju lokasi Waduk Sawir terutama dari arah utara,
karena terdapat pagar kawat keliling pada paling luar bangunan tapak
pabrik didekat waduk kurang lebih 10 m, namun juga terdapat patok
pembatas tanah hanya berjarak kurang lebih 5 m dari tepian waduk. “Kalau
sekarang masih bisa kesana meski melalui pintu-pintu yang ada, dengan
penjagaan petugas keamanan, tapi tidak tahu lagi besok kalau sudah ada
pabriknya mas,“ ujar Karum 50 tahun petani sekitar yang biasanya
menggembala sapi sampai ke waduk. ”Tidak tahu pak, kog masyarakat selalu
dibuat susah, padahal kebiasaan menggembala sampai minum dan memandikan
ternak diwaduk sepertinya dirampas,“ tambah Karum, yang lahan
tegalannya hanya beberapa meter sisi barat bangunan pagar dan tidak akan
dijual pada pabrik.
Dari hasil pantauan sosialnews.com bersama Direktur Cagar Edy Toyibi
di lapangan, memang nampak kesibukan pembangunan di area tapak pabrik
sampai pada pembangunan pagar pembatas keliling, “Lihatlah mas,
sepertinya perusahaan sudah mulai menunjukan arogansinya dengan melibas
fasilitas-fasilitas umum yang semestinya masyarakat leluasa
menggunakanya, tapi mereka (pabrik semen), membuat warga tidak nyaman,“
ujar Edy menunjukkan beberapa fasilitas umum yang bersinggungan dengan
fasilitas perusahaan semen tersebut.
Kontributor sosialnews.com diajak menyusuri sisi luar komplek pabrik
yang masih dalam pengerjaan hingga sampai pada bangunan Waduk Sawir.
Untuk menuju kesana kami harus melelui beberapa pintu pagar yang selalu
diawasi petugas keamanan dengan tatapan curiga. Alahkangkah
tercengangnya setelah kami berada diatas bangunan tanggul Waduk Sawir,
sejauh mata memandang dari beberapa sudut waduk yang pada musim
penghujan melimpah dipenuhi air dari air hujan dari dataran miring arah
timur, selatan dan barat daya. Dari bekas-bekas yang ditinggalkan
permukaan tertinggi air masih nampak akibat material lumpur yang
menempel di dinding bangunan.
“Kawasan karst sebelah timur, selatan, dan barat daya itu, adalah
kawasan tangkapan air hujan (catmenth area), selain dihantarkan melalui
permukaan dengan istilah surface run off dan sisanya diloloskan kebawah
permukaan oleh sifat batuan kapur yang mempunyai kemampuan menyinpan dan
meloloskan air hujan melalui porositas dan permeabilitas,“ ujar Edy
yang pernah kursus eksplorasi gua sertifikasi Internasional dengan
intruktur dari Kanada, menjelaskan.
“Waduk seperti ini selalu ada pada kawasan karst di seluruh
Indonesia,karena fenomena bijak untuk memanfaatkan morfologi kawasan
karst untuk kesejahteraan penduduk dengan meminimalkan eksploitasi
ekstraktif,“ tamaba Edy
“Sejak awal rencana pembangunan pabrik semen ini sudah kami tolak,
dari penyusunan yang kami nilai ceroboh tentang AMDAL sampai ANDAL-nya
melalui beberapa revisi itupun setelah kami kritisi terkait telaah
potensi dan dampak kawasan karst dalam bentuk aksi bersama teman-teman
sejak tahun 2007 sampai sekarang,“ papar Edy
“Kalau berbicara masalah kebutuhan semen nasional ,mereka kami
sarankan untuk membangun pabrik semen di Indonesia bagian timur yang
melimpah bahan bakunya, tidak berdesak-desakan di Pulau Jawa apalagi di
Tuban yang sudah over load,“ Edy memberi solusi.
“Pulau Jawa diperuntukan industrialisasi dalam bentuk non ekstraktif
dan ruang kehidupan mahluk hidup,“ kata lelaki yang lulusan jurusan
biologi tersebut.
“Dan yang penting perlu diwaspadai dibawah pegunungan karst Mliwang
yang lebar 3 km dan panjang 7 km, terdapat keperluan hajat hidup orang
banyak diantaranya petani yang membutuhkan air permukaan maupun air
bawah permukaan, jangan lantas pabrik semen sudah memapras kantong
persedian air, masih berebut menggunakan air tanah 600.000³ per hari
untuk produksi semen,“ kata Edy sampaikan keprihatinan.
“Terisolasinya Waduk Sawir oleh pabrik semen semestinya menjadi
perhatian semua pihak, belum lagi keberadaan fenomena alam gua di atas
sana mas,“ harap Edy mengakhiri. *(At)