Fenomena Karst Bukit Mliwang Terancam

OPINI, sosialnews.com – Kawasan karst sejak dahulu menjadi bahan baku pokok berbagai perusahaan hulu sampai hilir, sehingga semua fenomena alam bawaan yang terbentuk seiring terbentuknya kawasan baik positif (bukit/tower karst) dan negatif (lembah, gua, dll) jutaan tahun yang lalu terancam hilang tergerus. Begitu pula di tapak tambang Holcim Tambakboyo Tuban.
Kawasan karst Tuban merupakan bagian dari rentangan peggunungan kendeng utara dari Grobogan Pati sampai Gresik, kaya akan fenomena geologi unik di atas permukaan maupun di bawah permukaan, juga sebagai bangunan alam yang mampu menyimpan cadangan air bawah tanah untuk wilayah pantura,juga tempat hidup vegetasi endemik, satwa sampai pada peradaban manusia dari zaman ke zaman.
Punggungan kapur Mliwang juga kaya akan potensi fenomena bentukan alam karst di atas maupun di bawah permukaan. Ada banyak bukit-bukit (tower karst) yang menjulang diantaranya Bukit Jambangan, Segero, Bukit Sladeg dan lain-lain. Sementara fenomena karst di bawah permukaan yang sudah terdata terdapat 7 gua kapur diantaranya: Gua Segero, Gua Jambangan 1 & 2, Gua Landak 1&2, Sopo Nyono dan Celah Sladeg, sementara cekungan lembah yang ada menjadi kanal tampungan air larian permukaan menuju kearah yang lebih rendah, baik kearah utara maupun kearah selatan, disamping itu punggungan Mliwang menjadi tendon air bawah permukaan sebagaimana teori pencirian ilmu hidrologi karst.
Direktur Cagar Edy Toyibi bersama beberapa anggota saat bersama-sama di lapangan pada sosialnews.com menjelaskan, “Mari kita bahas satu per satu potensi karst Mliwang yang terancam keberadaannya oleh Hocim,“ Edy mengawali.
“Dari sini bias kita lihat gugusan bukit-bukit itu, keberadanya seiring dengan terbentuknya punggungan karst ini, akibat dari pelarutan kimia antara air hujan dan kapur ditambah tiupan angin (denudasi) dengan rentang waktu lama dan masih aktif proses sampai sekarang,“ Edy menjelaskan sambil menunjuk gugusan bukit.
“Setiap gugusan bukit mempunyai beberapa potensi, diantaranya geologi (gua), flora calsidophilic/vegetasi yang hidup di batu gamping (kaktus, sukun, mangga, dll), fauna (kelelawar, kera, landak, dll) dan ada kearifan local tentang cerita rakyat, itu semua akan hilang atau terisolasi oleh tapak tambang Holcim, ini perbuatan tidak bijak mas,“ tambah Edy.
“Untuk gua yang ada sudah kami inventarisasi dan petakan fisik lorong-lorongnya, agar menjadi dokumen seandainya fenomena itu hilang dilibas tambang Holcim, dan kami Cagar dan penggiat gua Tuban akan terus lakukan pendataan gua atau ceruk dan celah alami di tengah pemerintah dan perusahaan yang tidak memperdulikan itu,“ papar Edy dengan penuh semangat.
“Untuk fauna kelelawar sudah beberapa kali kami mengantarkan peneliti LIIPI untuk invetarisasi dan identifikasi, guna mengetahui jenis spesies, sebaran sampai pada apa yang dimakan dan ketersediaan pakan di lingkungan itu, dan Holcim akan mengancam itu semua,“ jelas Edy.
“Dampak besar yang akan terjadi di komplek pabrik semen Holcim, diantaranya perubahan morfolgi dengan hilangnya fenomena alam permukaan dan bawah permukaan oleh akibat tapak industri maupun lahan tambang bahan baku, dan perubahan pola aliran, infiltrasi air bawah permukan, juga akan terjadi perubahan keanekaragaman serta kelimpahan biota akibat terbukanya lahan dan yang lebih rumit lagi tetang keberlanjutan air bawah tanah,“ Edy panjang lebar menjelaskan.
“Apapun pendekatan permodelan teknik penambanganya oleh konsultan tambang para ahli dari salah satu perguruan tinggi di Pulau Jawa itu,“ Edy mengakhiri penuh menyimpan makna.
“Pegunungan Mliwang yang membujur ke timur – barat, dipercaya menjadi lintasan siar agama Islam di pantai utara Jawa hal ini ditandai oleh makam Mbah Abdullah di atas Desa Mliwang,“ ujar Mujari 50 tahun salah seorang peziarah makam yang dipercaya mempunyai Karomah tersebut. *(at)