TUBAN, sosialnews.com – Bukit Mliwang sebagai tandon air karst bawah
permukaan dapat dilihat secara fisik, dengan keberadaan sendang di
sepanjang punggungan yang membujur dari timur ke barat, diantaranya
Sendang Cokrowati, Sendang Klutuk, Sendang/Sumur Sawir, dan
Sendang/Sumur Murkudu Mliwang.
Bukit Mliwang yang membujur dari timur – barat berupa gugusan kotak
memanjang menjadi bentukan kawasan karst (batu kapur), alluvial dan
pasir masuk dalam kelompok Formasi Paciran, sedangkan umur batuan
pilio-plistosen yang terdiri dari batu gamping pejal, lunak dan keras.
Keberadaan batu gamping/kapur di Bukit Mliwang, membawa keterdapatan
air bawah tanah yang berinfiltrasi melalui kemampuan sifat porositas dan
permeabilitas batuan. Sehingga kawasan tersebut berfungsi sebagai
peresapan air dan penyimpan air yang baik oleh batuan gamping tersebut.
Faktor yang mendukung percepatan infiltrasi air oleh batu gamping adalah
dengan stabilnya vegetasi diatasnya, mulai dari ground cover vegetation
(vegetasi penutup/semak perdu) sampai pada tumbuhan keras yang tumbuh
di kawasan tersebut. Sehingga tata air bawah permukaan, baik yang
tersimpan sebagai tandon bawah permukaan ataupun yang mengalir dinamis,
melalui pembesaran saluran intragranuler pada kesatuan batuan dan air
larian permukaan/surface run off.
Dari tata air bawah permukaan yang bergerak dinamis, melalui pola
hubungan saluran intragranuler, ada beberapa yang muncul kepermukaan
secara alami menjadi mata air yang tertampung pada cekunga, yang biasa
masyarakat sebut sebagai sendang dan yang dengan campur tangan manusia
masyarakat menyebut sebagai sumur, baik itu sumur gali atau sumur bor.
Ini sangat banyak ditemui di sepanjang perbukitan Mliwang.
Direktur Cagar Edy Toyibi saat bersama sosialnews di lapangan
mengatakan “Permasalahan air di seputaran Bukit Mliwang rumit dan bukan
hanya isu negative saja tapi kenyataan, baik secara teori hidrologi/air
maupun keberadaan di lapangan yang sudah ditunjukkan oleh alam,“ tandas
Edy
“Keberadaan rencana penambangan batu gamping/kapur oleh pabrik semen Holcim bersentuhan dengan itu, mas,“ lanjut Edy.
“Saya melihat dan mendengar banyak para pakar atau lembaga ilmiah
melakukan penelitian tentang batu gamping/kapur karst, khususnya
hidrologi karst, baik yang dilakukan atas permintaan perusahan semen
Holcim atau pun independent, hasilnya tidak banyak disampaikan kepada
publik, sehingga tidak fair play,“ sambung Edy agak geregetan.
“Dari hasil penelitian uji laboratorium oleh Tim Geologi kuarter dan
lingkungan bandung 2002, disampaikan daya simpan batu gamping/kapur
mencapai 87,2 – 198 liter/meter kubik, nah jika Holcim dan lainya
menambang bahan baku ribuan ton/tahun dan ribuan liter kebutuhan air
tanah untuk produksi, saya khawatir bencana lingkungan dan sosial
terjadi,“ ujar lelaki salah satu pemerhati karst Indonesia yang tetap
konsisten keberadaanya.
“Yang lebih jahat lagi beberapa hasil study sebagian pakar dan
lembaga ilmiah pada kawasan rencana tambang Holcim di Mliwang, bukan
dampak pertambangan bahan baku semen Holcim, yang perlu diwaspadai
terhadap ketersediaan air bawah tanah malah sumur dan sumur bor
masyarakat direkomendasi untuk diwaspadai, apa ini tidak pembodohan
namanya,“ Edy mengakhiri penjelasanya sambil menunjukan dokumen tentang
itu.*(at)