OPINI, sosialnews.com – Pembangunan sarana dan prasarana pabrik semen
PT Holcim Indonesia, Tbk di Desa Merkawang Kecamatan Tambakboyo Tuban,
salah satunya adalah berupa akses jalan, guna menunjang kegiatan
produksi. Di sisi lain keberadaan fasilitas umum berupa akses jalan di
desa tersebut, adalah sebagai media mobilitas warga antar wilayah, dalam
kegiatan sosial maupun ekonomi, saat ini terpotong oleh akses jalan
Holcim.
Keberadaan tapak pabrik semen PT Holcim yang berjarak kisaran 2 km
dengan pelabuhan dan PLTU, dari perusahaan tersebut ke arah utara pantai
Laut Jawa, di bangun akses jalan dua arah sebagai lalu lintas kegiatan
perusahaan, diantaranya sarana angkutan bahan baku maupun hasil produksi
dari dan ke pelabuhan. Dalam pembangunan akses jalan pabrik semen
tersebut, memotong dua akses jalan yang biasa digunakan masyarakat sejak
sebelum keberadaan pabrik semen sampai sekarang.
Pertama jalan dari dan atau ke Dusun Satriyan dengan Dusun Ketapang
Desa Glondonggede, jalan berjarak panjang sekitar 2 km menjadi akses
warga ke dua dusun tersebut, baik kegiatan sosial maupun aktifitas
pertanian.
Kedua adalah akses jalan dari dan atau Desa Merkawang dengan
desa-desa di wilayah barat antara lain: Desa Sawir, Desa Dasin bahkan
beberapa wilayah barat Kabupaten Tuban, selain jalan nasional pantura
Pulau Jawa.
Jalan ini selalu sibuk dilalui masyarakat terutama saat pagi dan sore
hari. Pagi hari dilalui mulai anak sekolah, pedagang sampai petani yang
mau ke lading mereka, sedangkan pada sore hari ramai oleh mereka yang
pagi hari meninggalkan desa kembali ke rumah masing-masing, setelah
seharian jalani aktifitas. Lebih-lebih saat musim panen tiba, aktifitas
angkut hasil pertanian meningkat tajam.
Dari pantauan sosialnews.com di lapangan perlintasan jalan tersebut
dijaga tidak kurang dari empat petugas keamanan perusahaan untuk
mengatur lalu lalang kendaraan masyarakat dan perusahaan yang sedang
mengerjakan pembangunan tersebut. Tidak jarang juga kendaraan perusahaan
yang didahulukan lewat, sehingga masyarakat harus bersabar menunggu
giliran lewat.
“Ya terganggu, saya harus berhenti dahulu sebelum melewatinya“ ujar
Safak 40 tahun (bukan nama sebenarnya), karena takut namanya disebutkan.
“Mas bias lihat sendiri kan,“ kata lelaki itu sambil menunjuk kearah
perempatan simpang jalan, sambil menata bawaan berupa seikat besar
makanan ternak di jok belakang motornya.
“Kalau kami mau ke Dusun Santriyan harus melewati perpotongan jalan
dua arah pabrik dan tidak jarang kami diberhentikan dahulu jika ada
kendaraan pabrik yang mau lewat,“ ujar Ridho (24 tahun) penduduk Dusun
Ketapang.
“Begitu juga kalau kami dari dusun Satriya, hal sama dilakukan,“
tambah Ridho saat pulang berkunjung silaturahmi lebaran tahun ini.
“Kog bias ya mas? Jalan umum dipotong begitu saja oleh mereka dan seolah mereka berkuasa,“ ungkapnya, tak habis pikir.
Direktur Cagar Edy Toyibi yang bersama-sama di lokasi mengatakan,
”Kalau perusahaan mempunyai hati nurani dan diaplikasikan dalam itikad
baik tentu mereka dengan kemampuan teknologi, bisa kog, mereka membuat
masyarakat sekitar merasa nyaman, tidak malah arogan mengganggu
kehidupan warga,“ jelas Edy.
“Sekapasitas industri besar seperti Holcim, tidak sulit membuat jalan
layang, untuk kelancaran mereka juga kenyamanan masyarakat, dan
mestinya sudah termasuk dalam kajian amdal/andal mereka toh mas,“
sambung Edy geregetan.
“Hal itu juga mengembalikan hak-hak masyarakat yang terampas secara
langsung maupun tidak langsung dengan cara yang bijaksana, kalau tidak
mau dikatakan mereka perampok,“ papar Edy lantang.
“Belum lagi para petani yang lahanya sudah mulai terhalang oleh pagar
tinggi pembatas kawasan perusahaan, mereka harus bersusah payah mencari
jalan memutar, ini belum produksi sudah seperti ini bagaimana jikalau
sudah beroperasi nanti?“ Edy mengakhiri dengan pertanyaan besar. *(At)