Petani Bukit Mliwang Diujung Tanduk

TUBAN, sosialnews.com – Masyarakat yang menggantungkan penghidupan secara alamiah dengan cara bertani di Bukit Mliwang tidak bisa dihitung dengan jari, karena saking banyaknya, namun kekhawatiran akan terjadi perubahan pola bercocok tanam diujung tanduk, sebab Bukit Mliwang yang dipercaya sebagai tandon air sebentar lagi terdegradasi oleh aktifitas penambangan pabrik semen, yang saat ini sedang membangun tapak perusahaan dan fasilitas pendukung yang masih membutuhkan waktu sekitar 24 – 30 bulan mendatang.
Pemanfaatan lahan basah disisi utara Pegunungan Mliwang untuk kegiatan pertanian jenis tanaman lahan basah, baik musim kemarau yang menggunakan mesin untuk mengangkat air bawah tanah guna memberi asupan tanaman dan musim penghujan yang sebagian memanfaatkan aliran sungai-sungai musiman berhulu di Bukit Mliwang, kini sudah tidak maksimal karena sedang ada pembangunan tapak industri dan pendukungnya merubah kountur diratakan demi tapak bangunan sehingga air larian permukaan berubah arah kemana-mana.
“Logika keilmuan rupa bumi, rangkaian kountur tanah membentuk secara alamiah alur aliran permukaan yang mengalir mengikuti dasar lembah berupa sungai permanen ataupun sungai musiman melintasi ribuan hektar lahan pertanian sebelum bermuara di laut, dan ini akibat rekayasa pengembang akan memberi dampak yang buruk,“ ujar Edy Toyibi Direktur Cagar.
“Apalagi sekarang holcim sudah pada tahapan kontruksi, jadi dampak itu mengiringi timbul,“ ujar Edy sambil menunjukan ANDAL Adendum dan akan di Adendum lagi.
“Lihatlah hal II-8 Adendum Andal 2010 , yang dibahas hanya masalah tenaga kerja, tidak membahas faktor dampak lingkungan, terhadap aktifitas pertanian masyarakat sekitar dari dua musim,“ tambah Edy.
“Padahal untuk membangun tapak industri beserta yang lain seperti raw mill, coal mill, tanur mill, finish mill dan silo serta yang lain, holcim butuh waktu 24 – 30 bulan, artinya ada 4- 5 musim siklus tanam petani, ini dibiarkan tak terukur sama sekali oleh Holcim,“ papar Edy dengan geleng-geleng kepala sambil tersenyum sisnis.
“Kami ini warga negara yang memperjuangkan kehidupan dan penghidupan keluarga, kami malah selalu dicurigai dan ditakut-takuti, bahkan pada suatu kesempatan terbuka oleh kepala daerah kami,“ ujar salah satu warga barat tapak industri yang tidak mau disebutkan namanya.
Dari pantauan sosialnews bersama Cagar selama proses konstruksi, belum nampak petugas BLH melakukan pengawas pemantauan dimana pada dokumen ANDAL, RPL, RKL dan regulasi mengamanatkan untuk dilaporkan pada BLH Jatim sebagai bahan evaluasi, “Ketidakpatuhan prosuderal ini indikator bahwa lingkungan dan mayarakat selalu dikorbankan,” pungkas Edy.
“Setelah 24 – 30 bulan masa kontruksi, petani sekitar pabrik holcim akan menghadapi berpuluh-puluh tahun permasalahan lingkungan yang tidak ringan,“ ujar Edy lelaki yang tak surut perjuangkan lingkungan. *(at)