Petilasan Gagak Rimang Kuda Ronggolawe

Petilasan Gagak Rimang Kuda Ronggolawe


gagak rimamg
26 - Mar - 2012 | by: sosialnews
Sosialnews.com – Dalam perjalanan sejarah Kabupaten Tuban tidak bisa dipisahkan oleh sepak terjang Adipati Ronggolawe dan kuda tunggangannya yang diberi nama Gagak Rimang pada masa itu, yang sekarang menjadi simbol Kabupaten Tuban.
Peradaban masyarakat Tuban tidak lepas dari konsep magis, sakral, relegius yang menjiwai kehidupan, menyisakan banyak cerita, dongeng, mitos dan legenda juga apapun namanya, di setiap sudut kawasan di Kabupaten Tuban. Konon yang tersebar secara turun-temurun dari bahasa verbal antar masyarakat, masih dipercayai sebagian masyarakat sampai sekarang, bahkan jika terus kebiasaan tersebut berjalan dengan baik akan tetap terjaga selamanya.
Legenda yang berkembang menceritakan bahwa saat awal mula membuka tlatah atau kawasan Tuban pada zaman Mojopahit dahulu terjadilah perebutan kekuasan, terjadi perselisihan dahsyad antara Kebo Anabrang dan Lembu Suro untuk memimpin Kadipaten Tuban. Perselisihan yang sudah sampai pada pertarungan fisik atau adu kesaktian berjalan berpindah-pindah tempat, namun yang paling seru terjadi di sekitaran Desa Beron Kecamatan Rengel. Di tengah perselisihan tersebut muncullah Adipati Ronggolawe selanjutnya berselisih dengan Kebo Anabrang, sehingga perselisihan hebat terjadi antara Kebo Anabrang dan Adipati Ronggolawe. Seperti yang dipercaya masyarakat Adipati Ronggolawe identik dengan kendaraan tunggangannya berupa kuda yang diberi nama Gagak Rimang.
Pertarungan adu kesaktian tersebut terjadi berlangsung berhari-hari, sehingga pada suatu saat kuda tunggangan Adipati Ronggolawe tumbang terbunuh di kawasan Desa Trutup, yang sekarang bernama Talunrejo. Petilasan kuburan jaran (kuda) tersebut terdapat persis di tepi jalan Tuban – Bojonegoro Km 20 dan 5m dari garis tepi jalan Propinsi. Kondisi terkhir dari pantauan sosialnews sangat memprihatinkan, tepat berada di bawah rumpun pohon bambu dibatasi oleh batangan kayu yang sudah dimakan rayap dikerubungi semak perdu. Di sisi lain tempat petilasan itu sangat dekat dengan kegiatan usaha pembakaran gamping sehingga nampak debu putih menempel menutupinya.
Menurut Pak Abdul (80 th) warga sekitar yang kebetulan memecah batu-batuan untuk bahan bangunan di dekat tempat petilasan kuburan kuda, “Saya masih sering melihat tempat ini diziarahi orang dan biasanya dilakukan pada malam hari.“ Dari tempat tersebut juga memang banyak ditemukan bekas sesaji antara lain, dupa, ceceran bunga dan botol-botol minyak. “Katanya para peziarah, di sini mempunyai yoni (kekuatan ghaib) yang sangat besar, juga banyak misteri benda-benda pusaka yang tidak tampak. “Pengunjung tempat tersebut kebanyakan dari luar daerah, ada yang dari dalam Kabupaten Tuban maupun luar Kabupaten seperti Bojonegoro, Lamongan dan sekitarnya.
Terlepas dari apa yang diyakini oleh masyarakat tentang petilasan kuburan kuda tersebut, sudah sepatutnya menjadi perhatian para pihak yang berkepentingan atas kearifan lokal sejarah Kabupaten Tuban, dengan semua jejak budayanya kata salah satu supranaturalis, Imam syafi’i (45 th). * (at)

Memprihatinkan, Pelajar Latihan SAR Pakai Pohon Pisang

Memprihatinkan - Pelajar Latihan Sar Pakai Pohon Pisang, (SNC - At)Memprihatinkan, Pelajar Latihan SAR Pakai Pohon Pisang

24 - Jan - 2013 | by: sosialnews
TUBAN – Berbekal 5 batang pohon pisang yang dimodifikasi menjadi perahu pelajar pecinta alam “OASIS “ SMK YPM 12 Tuban latihan SAR laut di pantai wisata Boom untuk mengisi liburan Maulid Nabi Muhammad SAW, kreatif di satu sisi tetapi di sisi lain sangat memprihatinkan. Kamis (24/1)
Hujan deras yang menguyur Kota Tuban tidak menyurutkan puluhan pelajar pecinta alam “OASIS” SMK YPM 12 Tuban, mereka tetap melakukan latihan SAR laut dengan menggunakan rakit dari pohon pisang yang dirangkai, ditambah dengan pelampung jerigen plastik guna membantu rakit tetap mengambang di laut guna latihan proses operasi SAR berjalan sesuai rencana.
Uniknya sebelum materi tentang pertolongan di laut diawali dengan tausiyah Maulid Nabi Muhammad SAW oleh mahasiswa pecinta alam El Herra STITMA Tuban, dilanjutkan dengan pembekalan materi latihan darat lalu dilanjutkan praktek di laut.
Awalnya sedikit mengawali kendala akan keseimbangan rakit, namun lama-kelamaan terbiasa dan mampu menyelesaikan materi praktek, mulai dari teknik dayung, embarkasi (memasukan korban kerakit), debarkasi (mengeluarkan korban dari rakit) sampai teknik penjemputan korban di laut juga latihan renang cepat, dengan menggunakan rangkaian pelampung yang disebut pelampung komando.
Silih berganti pelajar putri dan putra melakukan praktek di tengah laut dengan bersemangat, “Saya senang pak, meski dengan pelatan seadanya dengan rakit pohon pisang yang penting dapat ilmu dan latihan,“ ujar Novi, salah satu pelajar.
“Tujuan dari latihan ini agar teman-teman siswa bisa mengisi liburan dan dapat menumbuhkan rasa sosial respek, agar nantinya tertanam kepedulian bagi sesama yang terkena musibah,“ ujar Nuril Hadi, ketua pelaksana.
“Kami masih pelajar dan muda, masih banyak pengalaman yang harus kita asah,“ tambah Ahmad Rozak, ketua umum oasis.
“Tak ada rotan akar pun jadi, tak ada rotan rumput pun jadi, sehingga tak ada perahu karet yang standart operasi laut tidak ada pohon pisang pun tidak ada masalah, karena semangat potensi anak yang harus kita bantu salurkan,“ ujar Adi Waluyo, SPd, guru pembina pendamping.
Keprihatinan alat pendukung latihan SAR pelajar tersebut disebabkan semua peralatan pemerintah daerah dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban sedang disiagakan untuk bencana banjir melalui surat Nomor 360/009/414.115//2013 tertanggal 3 Januari 2013 ada dua point. Pertama, Tuban memasuki masa siaga darurat bencana banjir sampai bulan Maret sesuai peryataan Bupati, dan yang kedua, peralatan yang terdapat di BPBD perahu karet jumlahnya terbatas.
Menanggapi isi surat tersebut instruktur lapangan Edy toyibi mengatakan “Jika siaga dan diperlukan peralatan tersebut bisa kan mas ditarik setiap saat, dan kalau jumlah perahu terbatas saya kira tidak juga, karena ada sekitar 4-5 perahu dan mesih berfungsi baik,” sanggah Edy.
“Kalau demi sosialisasi dan ketrampilan potensi SAR tidak hal yang haram meminjamkan satu set, toh mereka potensi SAR mendatang yang akan menggantikan kita kelak,“ tambah Edy Toyibi di sela-sela memberi materi.
Meski demikian dalam pembekalan materi Edy Toyibi terlihat masih bersemangat, mentransformasi ketrampilan SAR dan membakar semangat untuk peduli sesama kepada peserta, yang rata-rata masih pelajar SLTA “Masak kita tega membunuh rasa ingin belajar dan berlatih anak-anak, itu tindakan bodoh meski kami harus menggunakan alat seadanya,“ ujar Edy lelaki yang meluangkan waktunya dari tugas kepanwasan pemilu saat libur hari besar.*( at)

Camat Widang Cabut Persetujuan Patok Batas Antar Kabupaten

Camat Widang Cabut Persetujuan Patok Batas Antar Kabupaten

5 - Apr - 2012 | by: sosialnews
pabu - sosialnews.comSosialnews.com, Tuban – Pemasangan patok PABU (Pilar Acuan Batas Utama ) Perbatasan antara Kabupaten Tuban dan Lamongan di bantaran Bengawan Solo dengan PBU (Pilar Batas Utama) di tengah-tengah aliran Bengawan Solo, bisa menimbulkan potensi salah faham, sehingga Camat widang menuntut peninjauan kembali.
Pada awal nopember 2011 dilakukan pemasangan patok PABU (pilar acuan batas utama), sebagai tanda batas antara Kabupaten di sepadan bantaran bengawan di dua Kecamatan Kabupaten Tuban yaitu Kecamatan Widang dan Kecamatan palang, sementara di Kabupaten Lamongan di Kecamatan Babat –Brondong, dari dua Kabupaten tersebut terpasang 14 patok PABU tersebar secara acak. Untuk di wilayah Kecamatan Widang terdapat di Desa Widang, Desa Tegalsari, Desa Kedungharjo, Desa Simorejo dan Desa Kujung.
Patok PABU yang berukuran tinggi 70 cm, lebar30 cm ditanam pada kedalaman 70 cm pada bagian permukaan atas terdapat lempengan tembaga dengan keterangan no regristasi pilar, empat garis arah panah juga larangan atas perusakan, sementara di salah satu sisi terdapat tulisan batas Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan, dari investigasi sosialnews pada garis ke arah tengah bengawan yang merupakan titik PBU (Pilar Batas Utama) yang merupakan garis jelas/tegas batas kedua Kabupaten tersebut tidak tertulis jelas nominal angka jarak antara PABU dan PBU hal ini akan menyimpan bom permasalahan dimana sifat dari aliran bengawan solo selalu dinamis berubah-ubah bentuk sesuai tekanan arus limpahan bengawan, dari tahun ketahun.
Pada kesempatan lain Camat Widang Sutrisno mengatakan “Saya merasa ditodong tanda tangan, karena beberapa Kepala Desa sudah dimintai tanda tangan terkait berkas persetujuan survei, bukan pemasangan patok pembatas antar Kabupaten, camat yang baru menjalankan tugasnya di wilayah widang pada bulan Januari tersebut juga membeberkan, bahwa mereka hanya minta tanda tangan persetujuan survey, namun kenyataannya pemasangan patok sudah dilakukan pada bulan Nopember 2011. membuat sedikit geram pejabat yang sebelumnya sebagai Sekcam Kecamatan Rengel.
“Saya mencabut tanda tangan terhadap persetujuan itu, yang pada saat itu disodorkan oleh salah satu oknum Pemerintahan Desa Widang,“ tambahnya. Pada saat pertemuaan tanggal 2 April 2012 di aula Kecamatan Widang, yang dihadiri oleh pejabat terkait dua Kabupaten Tuban – Lamongan dan Provinsi Jatim juga rekanan pelaksana. Peryataan Camat diikuti oleh beberapa Kepala Desa yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. “Harus ada peninjauan kembali atas pelaksanaan pemasangan patok PABU tersebut,“ tegasnya di pertemuan tersebut.
Pelaksana pemasangan patok PABU adalah PT Prima Sarana Data asal Bandung Jawa Barat tersebut yang diwakili oleh Wawan pelaksana lapangan, “Kita hanya pelaksana lapangan saja tidak tau apa-apa, semua dari Jakarta, Kementerian Dalam Negeri,“ tuturnya terkesan menutupi informasi dan ketika didesak lebih lanjut oleh socialnews tentang keresahan warga juga para pejabat terkait, dengan arogan Wawan mengatakan, “Tanya saja ke pusat,“ menjawab dengan nada sinis.
Keresahan warga dan pejabat terkait tentang patok PABU di sepanjang Bengawan Solo di Kecamatan Widang dan Palang bukan tidak beralasan, karena keberadaanya akan menimbulkan banyak persepsi, di masyarakat berkembang akan tragedi pencaplokan batas wilayah yang menimbulkan sengketa, salah satu contoh antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar tentang Gunung Kelud. Meruntut lebih jauh patok PABU adalah tanda medan atau triangulasi yang tercatat nomor regrestasi maupun koordinat geografis bujur lintang, tercatat dalam pemetaan Nasional dalam hal ini BAKORSURTANAL (Badan Koordinasi Pemetaan Nasional) yang berwenang tentang pembuatan ataupun revisi peta rupa bumi di Indonsia, juga JANTOP (Jawatan Topografi) TNI AD untuk pembuatan peta topografi guna kepentingan pertahanan Negara.* ( at )

Diklatsar Kebencanaan Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban

Diklatsar Kebencanaan Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban

latihan Sar Mahasiswa Unirow Tuban8 - Des - 2015 | by: sosialnews
TUBAN – Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kepekaan sosial, sekelompok Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban melakukan pelatihan kebencanaan sambut Musim penghujan di kawasan Krawak Kecamatan Montong Tuban semenjak tanggal 1 hingga 8 Desember 2015. Selasa (8//12/2015)
Potensi Kawasan karst Tuban memang menyediakan media menempa kemampuan untuk generasi muda dalam memacu sosial respek bagi sesama. Potensi tersebut diantaranya tebing kapur vertikal, sungai yang terbentuk akibat tampungan kontour miring lembah, disuport sungai bawah tanah yang muncul ke permukaan menjadi mata air karst dan vegetasi pelindung sebagai pelindung dan penghambat evaporasi suhu tanah.
Menurut Lukman operasional kegiatan “Sengaja kami mencumbui potensi karst dengan aplikasi ilmu terkait kemampuan medan kebencanaan sesuai tipologi Tuban, dengan ciri geologti unik tersebut kami dapat familier medan lokal “ tandas mahasiswa juruswan teknik industri ( TI ) tersebut
Di tempat yang sama penanggungjawab kurikulum kegiatan mengatakan “Mengenal potensi konten lokal Tuban sama dengan mengenal dapur sendiri untuk berkontribusi lebih fokus tentunya dengan ilmu sebagai landasan agar tidak konyol“ ujar Lia Rahayu perempuan kelahiran Desa Kembangbilo Kecamatan Tuban.
Menurut wahyu ketua MAHIPAL UNIROW Tuban “ latihan kebencanaan yang kita kemas dalam DIKLATSAR MAHIPAL XXII tentunya dalam rangka kesiapsiagaan kebencanan Mahasiswa sambut penghujan di Bumi Seribu Goa Ronggolawe Tuban“ cuap kepada wartawan lingkungan (Wali) sosialnews.com
Dari pantauan sosialnews.com dilapangan ada beberapa ketrampilan yang diperagakan diantaranya water rescue, vertikal rescue dan penyapuan horisontal mengikuti kountur di medan seperti pola line mengikuti jalan setapak yang sudah ada dengan istilah pengejaran korban, pola penyapuan berbanjar/bersaff dengan memperhatikan titik datum dimana korban terakhir diketahui atau diperkirakan keberadaanya serta pertolongan lorong tertutup/ goa.
Sementara Ketua CAGAR Edy Toyibi menyampaikan “Disamping pelatihan saya berharap teman muda tidak berpangkutangan, namun harus mempunyai gambaran umum operasi kebencanaan dengan detail, perlu kita renungkan kerusakan lingkungan, orang yang kena musibah tidak datang meminta pertolongan dan bantuan kita lho….”
Edy menambahkan “Bencana dan kerusakan lingkungan tidak akan datang merengek pada kita, namun kita yang mesti mendatangi untuk melakukan mitigasi, perlindungan dan pertolongan, jadi kita yang aktif” kata aktifis lingkungan tersebut. (At)


Pantai Boom Tuban Diapit Bank Sampah Raksasa

Pantai Boom Tuban Diapit Bank Sampah Raksasa 

Sampah menumpuk di sisi Pantai Boom Tuban, laksana bank sampah permanen (SNC - at)TUBAN – Sampah menjadi persoalan hampir di setiap kota di Indonesia yang padat penduduknya, demikian juga apa yang terjadi di pantai utara Kabupaten Tuban, tepatnya di kanan kiri taman wisata Pantai Boom yang letaknya di utara kantor pemerintahan daerah yang hanya dipisahkan oleh alun-alun dan ruas jalan Daendels, sampah menggunung, menebar di tepian pantai laksana bank sampah raksasa.
Gerakan alamiah arus laut pada saat tertentu bergerak ke tepian sehingga mampu membawa material yang ada sampai di daratan, dan terjadi penumpukan yang luar biasa hingga pasir pantaipun tertutupi, yang nampak hanya tumpukan sampah yang di dominasi oleh sampah plastik.
Dari pantauan sosialnews sampah-sampah tersebut berasal dari rumah tangga, hal ini dapat diciri dengan berbagai macam jenis sampah yang ada, mulai dari tas plastik, bekas kemasan sampoo, bekas kemasan sabun dan lain-lain. Fenomena ini juga dapat menuntun kita akan prilaku masyarakat yang masih kurang peduli saat membuang sampah sisa dari aktivitas keluarga. Di sisi lain manejemen pengelolaan sampah kurang maksimal, dimana sebaran depo-depo yang akan di buang pada tempat pembuangan sampah akhir yang terletak di selatan kota tepatnya di Pegunungan Panggung Keluaran Gedongombo masih terbatas.
“Bayangan saya dengan keberadaan Pantai Boom yang sudah tertata ini, pantainya juga bersih tertata, namun apa yang saya lihat tumpukan sampah itu sangat mengganggu sekali,“ ujar pengunjung luar kota yang enggan disebut namanya.
“Tunpukan sampah seperti ini juga pernah terjadi di wisata pantai terkenal di Pulau Dewata Bali, namun pemerintah lokal cepat ambil tindakan dengan mengerahkan seluruh daya upaya, termasuk alat berat,“ lanjut lelaki setengah baya yang hobbi traveling ke beberapa tempat terutama pemandangan laut.
Di lokasi sekitar Pantai Boom sosialnews sempat turun bersama Direktur Cagar di tumpukan sampah tersebut, Ia mengatakan, “Keadaan ini dapat memberi dampat tidak baik pada destinasi wisata Pantai Boom pada khususnya dan tempat-tempat lain pada umumnya,” ujar Edy, direktur Cagar Tuban.
“Pengunjung tidak bisa mengalihkan perhatianya akan keberadaan tumpukan sampah itu, soalnya persis berhimpit erat dengan objek wisata atau kata lain tepat di depan mata“ ujar Edy.
“Dari penelusuran dan pengamatan kami, ada beberapa cara sampah itu sampai di sini, sampah dari pemukiman hulu yang dibawa aliran sungai dan dari masyarakat sekitar pantai yang membuang langsung ke sungai,“ jelas Edy.
“Dan sampah-sampah ini terus berimbuh secara periodik yang ditepikan arus laut, namun sayang fenomena ini yang sudah berlangsung lama tidak mendapat perhatian, dengan penanganan secara periodik pula,“ jawab Edy mengkritisi.
“Jika ini tertangani dengan baik akan menambah ruang bermain masyarakat di pantai pasir kanan dan kiri tempat wisata pantai boom, seperti Ancol atau Pantai Kuta lah, Mas,“ Edy memberi masukan.
“Perlu diingat bahwa penumpukan sampah di pantai, juga banyak ditemui pada hampir sepanjang pantai Tuban, terutama pada pusaran arus laut yang bergerak ke tepian pada beberapa tempat,“ kata Edy mengakhiri. (At)

Di langsir : Radar geographic.

PWI Tuban Peduli Hutan Penyokong Kedaulatan Pangan

PWI Tuban Peduli Hutan Penyokong Kedaulatan Pangan

petanu hutan - Sanggem25 - Nov - 2015 | by: sosialnews 
TUBAN – Hutan penyokong kedaulatan pangan berdasarkan  fungsi  hutan dalam  aspek ekonami dan sosial, hal ini ditegaskan pada Pelantikan  Pengurus PWI Kabupaten Tuban Periode 2015-2018), dengan tema “PWI peduli hutan” dilaksanakan selasa  24 november 2015 di Desa Temandang Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban.
Hutan merupakan sumberdaya alam yang terbarukan  mempunyai multi fungsi kehidupan diantaranya, ekologi, sosial, ilmu pengetahuan dan ekonomi. Wilayah hutan Kabupaten Tuban sebagian besar dialasi oleh kawasan karst atau batuan kapur dengan unsur  biologi, fisik dan kimia tanah sebagai pembentuk kwalitas pohon jati sangat berkelas, hasil tanaman tumpangsari yang  melimpah dan berkuwalitas seperti kacang-kacangan,lombok dan jagung serta umbi-umbian.
Kepala  Divisi Regional  Perhutani (Divre) Jawa  Timur “Andi Purwandi” mengatakan “Mengelola hutan harus diperhatikan tipologi zona hutan atau tapak setiap jengkal tanah,” dalam  arahan sambutanya.
“Zona adaptif, zona lindung dan zona ekonomi,” lanjutnya.
Zona adaptif merupakan daerah interaktif sosial masyarakat, zona lindung merupakan daerah yang dilindungi atas keberadaan mata air, tempat mengawetkan spesies vegetasi purba yang berfungsi sebagai produsen oksigen pengikat karbon dan tempat hidup satwa dengan segala ketersediaan pakan sebagai asupan nutrisi untuk berkembangbiak dan terhindar dari kepunahan, sementara zona ekonomi merupakan daerah hutan produksi dan pengembangan hasil kayu dari berbagai spesies tumbuhan tingkat tinggi.
Andi Purwandi memaparkan “Selama ini membangun hutan memang kurang berhasil dan perlu bersinergi membangun hutan, dan kepedulian PWI Tuban akan sangat membantu, dan perlu dingat hutan penyokong kedaulatan pangan, dengan memberdayakan  masyarakat  sekitar hutan untuk bercocok tanam tumpangsari sambil merawat tegakan tanaman pokok paska tebang,” ujarnya mengakhiri.
Wakil Gubernur Jawa Timur Drs. Syaifullah Yusuf yang akrab di panggil Gus Ipul mengatakan “Untuk membangun hutan, ekonami masyarakat sekitar hutan harus ditingkatkan, bila perlu 72 LMDH yang ada di Tuban masing-masing membuat prodak unggulan,”
Gus Ipul berpesan dalam membangun hutan harus  memperhatikan 3m, memperbaharui, mengembalikan dan memanfaatkan.
Sementara Ketua Pwi  Tuban yang baru dilantik, Pipit Wibawanto mengatakan, “PWI Tuban berkomitmen untuk turut serta membangun kawasan hutan,” ucapnya singkat.
Ditempat  acara tersebut aktivis lingkungan “Cagar”,  Edy Toyibi kepada wartawan sosialnews  mengatakan “Potensi kawasan hutan yang tidak kalah penting adalah kandungan mineralogi dan fenomena bentukan geologi unikpada permukaan maupun dibawah permukaan,” terang edy dengan antusias.
“Eksploitasi kandungan potensi mineral di kawasan hutan penyumbang degradasi fungsi hutan dan lemahnya kesadaran pemangku hutan akan perlindungan fenomena geologi unik permukaan  seperti mini tower karst, karnkarst, tebing, lembah serta fenomena geologi bawah permukaan goa,” tambah Edy.
“Potensi positif itu dimaksimalkan menjadi  prospek  geopark atau taman geologi, agar semangat membangun hutan komprehensif, jelas Edy. (at)

DI LANGSIR : RADAR GEOGRAPHIC

PEGUNUNGAN GUNDUL DI TUBAN



DIREKTUR CAGAR LATIH SISPALA DI KAWASAN KARS TUBAN



IN MEMORIAM , EDY TOYIBI LATIH DAYUNG DI DARAT



GOA PERTAPAAN DI TUBAN

 Goa Pertapaan di Tuban

Di Langsir Radar Geographic. (2/juli/2016).

juru kunci gua butul - sosialnews.comsosialnews.com – Satu lagi goa di Tuban yang dijadikan tempat pertapaan oleh masyarakat, keberadaannya terletak di tengah hutan, sekitar 200 m dari ujung Desa Manjung Kecamatan Montong.

Kabupaten Tuban juga dikenal sebagai kota seribu goa, mempunyai banyak potensi yang terkandung di dalamya, diantaranya potensi biologi, geologi, hidrologi, dan anthropology, dan potensi lainya. Goa-goa yang menyebar hampir diseluruh Kecamatan yang berada di Kabupaten Tuban ini, dipercaya menjadi tempat bersemedi dan menjadi cikal bakal suatu daerah tertentu, bahkan ada
 beberapa goa sejak nenek moyang dipercaya menyimpan kekuatan alam/gaib yang sangat luar biasa. Diantara goa tersebut ada yang terbuat secara alamiah tanpa modifikasi campur tangan manusia, juga ada beberapa goa yang termodifikasi oleh manusia.
Ada beberapa goa yang dijadikan pesantren, dijadikan tempat pariwisata maupun yang dijadikan penelitian atau laboratorium terbuka, karena potensinsinya yang langka seperti Goa Ngerong Rengel.
Goa Butul yang terletak di Desa Manjung Kecamatan Montong, adalah sebuah goa fosil/goa kering yang mempunyai lorong tembus berjarak 100 m, dengan pintu masuk cukup lebar. Sejak beberapa tahun terakhir ini dimodifikasi menjadi goa pertapaan oleh salah satu warga Desa Manjung. Di dalam goa yang gelap tersebut ditata dan dibagi menjadi beberapa ruang, yang dibatasi oleh tumpukan batu-batuan hingga menjadi seperti kamar-kamar yang luas, juga lantai yang semula tidak datar diratakan agar memudahkan orang memasukinya, di beberapa sudut banyak terdapat bekas-bekas perlengkapan pertapaan, diantaranya lampu minyak, tikar, dan tempat pipih dari tanah seperti cobek untuk tempat membakar sesaji. Ada satu aula besar, tempat berkumpul dan bercengkerama para sesama pertapa.
Menurut kajian Edy Toyibi direktur LSM CAGAR “Goa butul yang dijadikan pertapaan tersebut masuk dalam kategori goa fosil yang tembus, sebagai salah satu bentuk system pergoaan bekas pelarutan sungai purba yang sekarang sudah mengering” pria yang juga anggota Himpunan Pegiat Goa Nasional tersebut menambahkan “Di sekitar Goa Butul juga terdapat dua goa yang dialiri oleh sungai berair atau istilahnya goa vadosa, sebagai hunian kelelawar dan biota goa yang endemic.“
Akses menuju goa berupa jalan setapak macadam menuruni lembah. Menurut penjaga/juru kunci goa tersebut, yang tidak mau disebutkan namanya saat di konfirmasi socialnews.com, mengatakan “Semua yang kami lakukan menata goa ini adalah atas biaya sendiri bersama kelompok, dan kami lakukan hampir satu tahun “.
Secara terpisah salah satu warga setempat, Wadi (30 th) mengatakan, “Saya jarang mendekati goa tersebut sejak dijadikan pertapaan, paling-paling lewat saja saat ngarit (mengambil makanan ternak).”

“Di Kabupaten Tuban, keberadaan goa disamping sebagai pondok pesantren, pariwisata, pertapaan dan wahana penelitian, juga eksploitasi bebatuannya, bahkan banyak goa dijadikan tempat sampah sampai tempat tampungan kotoran manusia, “Sudah seharusnya ada regulasi dari Pemerintah Daerah Tuban, yang komprehensif agar bentukan alam unik goa terlindungi keberadaanya, tidak malah didiamkan terus menerus seperti ini “ demikian papar pria jebolan empat perguruan tinggi ini.(At).

REPORTER : AT

WONG SAMIN TOKOH PEGUNUNGAN KENDENG & SOEJARWOTO DJONDRONEGORO , TOKOH WATU TIBAN CENTER TUBAN



PATOK BATAS WILAYAH KABUPATEN


Add caption

JURNALIS PETUALANGAN


ADVENTURE PERS RADAR GEOGRAPHIC

Add caption


PADI MENGUNING PETANI BERGEMING



KAMPUNG BANJIR

Mbok Tua Menyusuri jalanan luapan air bengawan solo

BANK Oksigen di Ambang Kebangkrutan.

Bank Oksigen Diambang Kebangkrutan

Di Langsir RADAR GEOGRAPHIC
tmp_19465-cagar497474505
Cagar
Oleh: CAGAR
TUBAN – Konsentrasi pengembangan usaha tambang di Tuban saat ini perlu menjadi perhatian khusus oleh masyarakat umum. Paradigma/wacana yang dimunculkkan oleh pemain tambang saat ini perlu dipertimbangkan kembali. Langkah reklamasi saja tdak akan menyelesaikan masalah/tidak sepadan dengan dampak negatif yg di rasakan masyarakat.
Program reklamasi yang saat ini di lakukan oleh perusahaan tambang pun perlu diperhatikan/dikaji lebih jauh. Bagi kami bisa dikatakan penghijauan kembali apabila syarat dari tanaman penghijauan tersebut harus mampu menjadi resapan air tanah dan mampu mngeluarkan oksigen dengan bagus.. Apabila syarat dari dua hal tersebut tidak terpenuhi rantai ekosistem yang ada tidak akan berjalan dengan stabil.
Hilangnya tanaman resapan merubah aliran air menjadi aliran permukaan bukan air resapan, sehingga berdampak banjir bandang pada daerah pemukiman sekitar pertambangan, masyarakat juga yang akan merasakan imbasnya, terlebih masyarakat yang kurang mampu untuk membangun fasilitas antisispasi banjir contohnya membuat parit yang lebih besar di sekitar rumahnya/meninggikan rumah.
Berubahnya aliran air dari air resapan menjadi air permukaan sehingga memperkecil daya tahan tumbuhan perintis untuk hidup, kecilnya daya survive tumbuhan menjadikan sedikitnya tanaman yang bertahan, sehingga bank oksigen pun mengalami pengurangan pasokan untuk masyarakat. Berkurangnya pasokan oksigen/udara bersih di sekitar masyarakat ini juga disinyalir akan berimbas ke daya tahan tubuh manusia (masyarakat).
Salah satu indikasinya semakin banyaknya penyakit ispa, karena udara yang dikonsumsi bukan lagi udara segar. Rantai ekosistem inilah yang disinyalir menjadi penyebab kebangkrutan bank oksigen. Bank yang seharusnya mampu mensuplay kebutuhan masyarakat, namun saat ini bank yang sudah kesusahan untuk mempertahankan hidupnya. Lebih-lebih mensuplay oksigen untuk masyarakat.
Memang mahal konsekuensi yang perku kita bayar atas keputusan yang kita ambil.namun itu harus dilakukan kepada pelaku/pemain/pengusaha  yang berhubungan dengan pemanfaatan/ekspkoitasi alam.TUBAN – Konsentrasi pengembangan usaha tambang di Tuban saat ini perlu menjadi perhatian khusus oleh masyarakat umum. Paradigma/wacana yang dimunculkkan oleh pemain tambang saat ini perlu dipertimbangkan kembali. Langkah reklamasi saja tdak akan menyelesaikan masalah/tidak sepadan dengan dampak negatif yg di rasakan masyarakat.
Program reklamasi yang saat ini di lakukan oleh perusahaan tambang pun perlu diperhatikan/dikaji lebih jauh. Bagi kami bisa dikatakan penghijauan kembali apabila syarat dari tanaman penghijauan tersebut harus mampu menjadi resapan air tanah dan mampu mngeluarkan oksigen dengan bagus.. Apabila syarat dari dua hal tersebut tidak terpenuhi rantai ekosistem yang ada tidak akan berjalan dengan stabil.
Hilangnya tanaman resapan merubah aliran air menjadi aliran permukaan bukan air resapan, sehingga berdampak banjir bandang pada daerah pemukiman sekitar pertambangan, masyarakat juga yang akan merasakan imbasnya, terlebih masyarakat yang kurang mampu untuk membangun fasilitas antisispasi banjir contohnya membuat parit yang lebih besar di sekitar rumahnya/meninggikan rumah.
Berubahnya aliran air dari air resapan menjadi air permukaan sehingga memperkecil daya tahan tumbuhan perintis untuk hidup, kecilnya daya survive tumbuhan menjadikan sedikitnya tanaman yang bertahan, sehingga bank oksigen pun mengalami pengurangan pasokan untuk masyarakat. Berkurangnya pasokan oksigen/udara bersih di sekitar masyarakat ini juga disinyalir akan berimbas ke daya tahan tubuh manusia (masyarakat).
Salah satu indikasinya semakin banyaknya penyakit ispa, karena udara yang dikonsumsi bukan lagi udara segar. Rantai ekosistem inilah yang disinyalir menjadi penyebab kebangkrutan bank oksigen. Bank yang seharusnya mampu mensuplay kebutuhan masyarakat, namun saat ini bank yang sudah kesusahan untuk mempertahankan hidupnya. Lebih-lebih mensuplay oksigen untuk masyarakat.
Memang mahal konsekuensi yang perku kita bayar atas keputusan yang kita ambil.namun itu harus dilakukan kepada pelaku/pemain/pengusaha  yang berhubungan dengan pemanfaatan/ekspkoitasi alam.

GUNUNG JUGRUK SEGORO ASAT

Gunung Jugruk Segoro Asat



gunung jugruk segoro asat
Di Langsir : Radar Geographic.(juli/2016).

OPINI, sosialnews.com – Dengan prinsip logika Apabila sudah terjadi kerusakan di muka bumi dan alam semesta sudah hancur oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, mengakibatkan ‘gunung jugruk segoro asat’ (yang menggambarkan kerusakan di atas bumi dari darat hingga lautan), dan penhuni bumi ini sudah bersifat hewani, maka serasa tanda-tanda kiamat sudah dekat.
Pembangunan yang selama ini dilakukan umumnya masih didasarkan atas perhitungan ekonomi. Perhatian masih kurang untuk kepentingan kelestarian ekologi serta sosial. Berbagai masalah sosial dan bencana alampun terus terjadi seiring dengan menguatnya cengkeraman dan isapan sistem neoliberalisme yang berkedok kemajuan bangsa.
Kenyataan yang ada membuktikan bahwa kegiatan industrialisasi telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan, mulai hilangnya mata air, polusi udara, dan berkurangnya vegetasi, degradasi keanekaragaman hayati, rusaknya situs sejarah serta terkuak pula kebohongan-kebohongan perusahaan yang pada awalnya menjanjikan hal yang sama, yakni kesejahteraan masyarakat dan peningkatan ekonomi namun faktanya menyatakan sebaliknya yaitu menciptakan kerusakan lingkungan dan kemiskinan global.
Selama semua pihak masih memandang kawasan karst dari segi ekonomi dan sektoral, maka laju pengrusakan kawasan karst tidak akan terkendali. Sangat tidak diinginkan jika pemerintah daerah yang dipilih oleh masyarakatnya lebih mendambakan penghasilan jangka pendek, apalagi jika sampai berhasil diiming-imingi oleh investor pertambangan berupa retribusi besar untuk peningkatan pendapatan asli daerah tanpa sedikitpun menyadari bahwa jenis pertambangan itu mempunyai jangka waktu eksploitasi.
Janji peningkatan pendapatan asli daerah adalah omong kosong besar, walaupun ada, hal itu tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Hanyalah segelintir elit politik yang akan mendapatkan keuntungan. Setelah bahan tambang habis, pemerintah daerah hanya mewarisi lingkungan alam yang gersang, porak-poranda, masyarakat yang bertambah miskin dan penyakitan.
Pertambangan yang menjadi ujung tombak dalam sektor industri telah menjadi bencana bagi ras manusia. Hal tersebut telah nyata menjadikan manusia sebagai objek keterasingan dan memicu kerusakan terbesar pada lingkungan alam. Tidak hanya itu, pada skala lebih tinggi akan terjadi kekacauan sosial dan kehancuran global.
Untuk menghindari bencana yang lebih besar ada beberapa hal yang penting untuk segera dilakukan yaitu menghentikan praktek-praktek lapangan yang dapat merusak keberlangsungan keanekaragaman hayati. Upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan membutuhkan peran siapa saja, baik itu dari pemerintah maupun dari masyarakat yang ada. Lalu bagaimana mewujudkan iklim investasi yang baik dan meningkatkan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat? Hal teknis dengan menggunakan nalar sehat yang musti dilakukan adalah dengan pembangunan ruang-ruang kerajinan yang padat, bukan padat modal; apalagi seperti pabrik semen yang mengeksploitasi sumberdaya alam tak terbaharukan yang rawan bencana ekologi serta sosial.
Persoalan lingkungan hidup bukan merupakan isu tersendiri, melainkan merupakan bagian integral dari hidup yang berkelanjutan. Perubahan paradigma terhadap kawasan karst dari semua orang yang merasa hidup diatas bumi-hidup dari minuman air dan makan dari apa yang dikeluarkan oleh bumi ini, menjadi modal utama dalam menyelamatkan alam ini.
Konservasi kawasan hutan termasuk flora dan fauna serta keunikan alamnya perlu dilakukan untuk melindungi keanekaragaman hayati. Terpeliharanya kawasan konservasi seperti wilayah sumber mata air dan daerah aliran sungai merupakan bekal bagi kehidupan generasi yang akan datang.
Untuk itu kedholiman harus segera ditanggalkan dan kerakusan pertambangan besar besaran secepatnya dihentikan alias di tutup. demi kelangsungan hidup anak cucu adam dan hawa di jangka panjang.*(At )

Edy Toyibi Direktur Cagar Open House

22-8 open house direktur cagarDi.Langsir ; Radar Geographic.
TUBAN, sosialnews.com – Kegiatan open house lebaran Direktur Cagar Tuban pada hari ke empat Syawal 1433 Hijriyah terlihat meriah. Tidak kurang dari seratusan pecinta alam Tuban, mulai dari pelajar dan mahasiswa pecinta alam nampak berdatangan memenuhi rumah Direktur Cagar memenuhi ruang tamu sampai halaman rumah.
Rombongan besar pertama dari organisasi pecinta alam Mizu dari SMK 1 tuban,terus dilanjut oleh organisasi yang
 lain baik dari siswa pecinta alam setingkat SLTA sampai perguruan tinggi . “Kami dan adik-adik mempertahankan tradisi untuk berkunjung ke sesepuh pecinta alam, agar silaturahmi tetap terjaga dan melebur dosa jika dalam interaksi ada kesalahan yang disengaja maupun tak disengaja,“ ujar Jupita anggota Mizu SMK 1 Tuban tersebut.
Sementara dari setingkat perguruan tinggi yang tergabung dari MAPALA empat perguruan tinggi di Tuban juga menambah suasana meriah open house Edy Toyibi Direktur Cagar, yang notabenenya pendiri pecinta alam se-Kabupaten Tuban tersebut. “Mas Edy pelopor dunia pecinta alam Tuban, sudah selayaknya saya dan anggota lain silaturahmi sambil bermaaf- maafan,“ ujar Aryanto dari MAPALA STITMA Tuban.
“Saya bersama anak dan istri menyempatkan memanfaatkan open house yang diselenggarakan Mas Edy untuk ketemu beliau,“ ujar Imam Safi’i, Spd anggota MAHIPAL UNIROW angkatan 2007 Bahasa Inggris.
“Momen seperti ini hanya setahun sekali, maka kami berusaha menyempatkan waktu mas,“ ujar Gotho Mundiarto, Ketua MAPALA Universitas Sunan Bonang Tuban dan para anggotanya.
“Meski tidak semua anggota bisa ikut ,kesempatan ini kami maksimalkan,“ timpal Musa MAPALA STIE Muhamadiyah Tuban.
“Silaturahmi dalam lebaran, disamping keluarga kami juga mengunjungi pendiri kami, Mas Edy,“ papar Nana, MAPALA STITMA Tuban.
Dari pantauan sosialnews.com sejak pagi rumah Edy Toyibi, memang tidak sepi oleh pengunjung komunitas pecinta alam, maupun dari teman serta kolega. Diantara para tamu nampak pula pecinta alam dari unsur masyarakat/freeline, Panca Tunggal Jenu, Rainbow dan Kampata.
Edy Toyibi disela menerima tamu dari komunitas pecinta alam mengatakan, “Saya senang dengan kegiatan silaturohmi ini, sebagai tradisi dari aktualisasi kode etik pecinta alam Indonesia,“ ujarnya .
”Semenjak berkumandang takbir, telepon seluler saya selalu berdering dari kolega,baik dari teman media maupun berbagai profesi, bahkan yang sering dari luar kota di seluruh Indonesia serta kerabat jauh,” kata lelaki mempunyai jejaring luas itu.
Edy juga menjelaskan, “Rumahku hampir tak pernah sepi kunjungan, sampai-sampai saya belum punya kesempatan untuk berkunjung pada kerabat dan keluarga besar saya yang berada di beberapa daerah mas,“ kata Edy mengakhiri.
Selain para pecinta alam nampak juga mantan murid – murid dan guru saat Edy mengajar di MTs Nurul Falah Tuban Selatan, “Pak Edy dulu guru kami yang dikenal dekat dengan murid-murid,“ kata Zumrotul Mahbubah.
”Sebagai sesama guru kami selalu menjaga ukhwah Islamiyah,“ Ruslan guru olahraga menimpali. *(at )

Nasib Petani Galas Tuban

8-11 pak samari

TUBAN, sosialnews.com – Ibu pertiwi sebutan lain dari sebagaian wilayah permukaan bumi yang mampu melahirkan kehidupan dan keberlanjutan mahluk hidup. Seperti yang nampak pada sebagian kehidupan masyarakat di pingiran hutan jati Desa Kesamben Kecamatan Plumpang Kabupaten Tuban, menopang hidup di tanah Perhutani, menjadi Petani Galas (Tegal Alas).
Salah satu di antaranya adalah Pak Samari yang mengaku lahir tahun 1949 dan dikaruniahi anak lima yang sudah menikah semuanya juga kerja mengais rezeki di tanah perhutani jadi Petani Galas. Samari mengatakan tidak punya tanah sendiri secuilpun untuk menghidupi keluarganya hingga di usia senja kecuali menopang di tanah perhutani.
Disingung hasil panennya Pak Samari mengatakan dalam setahun panen sekali dan maksimal hasilnya 1juta/tahun, dengan lahan garapan setengah hektar di tanami kacang dan jagung. Sedangkan Mbok Tua Siti yang tinggal sekampung dengan Pak Samari, untuk menyambung hidupnya selain jadi petani galas dalam kesehariannya juga juga sebagai penjual kayu bakar. Ia harus menyusuri jalan setapak memasuki hutan belantara mencari kayu bakar untuk dijual guna menambah penghasilan, dalam hidupnya yang selalu dalam kekurangan.
Beda dengan Sugeng (35 th) termasuk juga dari warga desa yang sama, dia memiliki sebidang tanah sendiri selain bisa ditanami jagung dan kacang. Setiap hari Sugeng dapat penghasilan pokok dari pohon lontar. Sebab pohon tersebut sudah ditanam orang tua Sugeng di masa lalu yang sekarang bisa di panen, berupa tuak atau legen dan siwalan. Sedangkan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut rata rata juga jadi Petani Galas milik Perhutani.
Terpuruk, terkulcil dan keterlantaran nasib para Petani Galas, R. Atmodjoyodiningrat deklarator LPM Tuban Institute, juga Direktur Inti Pena Group Saat dijumpai sosialnews.com, menorehkan artikel kehidupan dan sebuah plesetan puisi lagu Jamal Mirdad yang orbit th 80-an.
Lembayung senja di ufuk mulai bercahaya…..

Hatikupun ingin bertanya ……………………
Kepada sang raja …atau raja singa….
Datanglah oh datanglah…… dengan cinta.

Seuntai syair yang tersirat dari R. Atmodjoyodiningrat adalah sebuah puisi filosofi terrarosa terpotret pada bingkai Senja nan nampak temaram masih sisakan sinar dari sebagian sinar yang sarat akan sinar ultraviolet sebagai salah satu unsur penting dalam kehidupan mahluk hidup, pada proses biokimia fotosintesis yang berfungsi sebagai nutrisi penting, seperti derap langkah kokoh seorang mbok tua atau, pak tua di senja hari pulang membawa beban dipundak, berisikan patahan ranting dan dahan kayu bakar dari pinggiran sisa hutan kawasan batuan kapur dalam ikatan kain untuk bahan menanak nasi lalu tersajikan dalam bakul demi kelangsungan hidup keluarganya.
‘’Ibu pertiwi bukan ibu tiri,’’ bagi Mbok Siti atau Pak Samari juga keluarganya yang masih dapat bertahan hidup, sebuah fragmen kehidupan yang kadang luput dari kerling penglihatan para penguasa negeri ini kelakar Raden Atmodjoyodiningrat. * ( at )

Camat Widang Cabut Persetujuan Patok Batas Antar Kabupaten

Sosialnews.com, Tuban – Pemasangan patok PABU (Pilar Acuan Batas Utama ) Perbatasan antara Kabupaten Tuban dan Lamongan di bantaran Bengawan Solo dengan PBU (Pilar Batas Utama) di tengah-tengah aliran Bengawan Solo, bisa menimbulkan potensi salah faham, sehingga Camat widang menuntut peninjauan kembali.


Pada awal nopember 2011 dilakukan pemasangan patok PABU (pilar acuan batas utama), sebagai tanda batas antara Kabupaten di sepadan bantaran bengawan di dua Kecamatan Kabupaten Tuban yaitu Kecamatan Widang dan Kecamatan palang, sementara di Kabupaten Lamongan di Kecamatan Babat –Brondong, dari dua Kabupaten tersebut terpasang 14 patok PABU tersebar secara acak. Untuk di wilayah Kecamatan Widang terdapat di Desa Widang, Desa Tegalsari, Desa Kedungharjo, Desa Simorejo dan Desa Kujung.


Patok PABU yang berukuran tinggi 70 cm, lebar30 cm ditanam pada kedalaman 70 cm pada bagian permukaan atas terdapat lempengan tembaga dengan keterangan no regristasi pilar, empat garis arah panah juga larangan atas perusakan, sementara di salah satu sisi terdapat tulisan batas Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan, dari investigasi sosialnews pada garis ke arah tengah bengawan yang merupakan titik PBU (Pilar Batas Utama) yang merupakan garis jelas/tegas batas kedua Kabupaten tersebut tidak tertulis jelas nominal angka jarak antara PABU dan PBU hal ini akan menyimpan bom permasalahan dimana sifat dari aliran bengawan solo selalu dinamis berubah-ubah bentuk sesuai tekanan arus limpahan bengawan, dari tahun ketahun.
Pada kesempatan lain Camat Widang Sutrisno mengatakan “Saya merasa ditodong tanda tangan, karena beberapa Kepala Desa sudah dimintai tanda tangan terkait berkas persetujuan survei, bukan pemasangan patok pembatas antar Kabupaten, camat yang baru menjalankan tugasnya di wilayah widang pada bulan Januari tersebut juga membeberkan, bahwa mereka hanya minta tanda tangan persetujuan survey, namun kenyataannya pemasangan patok sudah dilakukan pada bulan Nopember 2011. membuat sedikit geram pejabat yang sebelumnya sebagai Sekcam Kecamatan Rengel.
“Saya mencabut tanda tangan terhadap persetujuan itu, yang pada saat itu disodorkan oleh salah satu oknum Pemerintahan Desa Widang,“ tambahnya. Pada saat pertemuaan tanggal 2 April 2012 di aula Kecamatan Widang, yang dihadiri oleh pejabat terkait dua Kabupaten Tuban – Lamongan dan Provinsi Jatim juga rekanan pelaksana. Peryataan Camat diikuti oleh beberapa Kepala Desa yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. “Harus ada peninjauan kembali atas pelaksanaan pemasangan patok PABU tersebut,“ tegasnya di pertemuan tersebut.
Pelaksana pemasangan patok PABU adalah PT Prima Sarana Data asal Bandung Jawa Barat tersebut yang diwakili oleh Wawan pelaksana lapangan, “Kita hanya pelaksana lapangan saja tidak tau apa-apa, semua dari Jakarta, Kementerian Dalam Negeri,“ tuturnya terkesan menutupi informasi dan ketika didesak lebih lanjut oleh socialnews tentang keresahan warga juga para pejabat terkait, dengan arogan Wawan mengatakan, “Tanya saja ke pusat,“ menjawab dengan nada sinis.
Keresahan warga dan pejabat terkait tentang patok PABU di sepanjang Bengawan Solo di Kecamatan Widang dan Palang bukan tidak beralasan, karena keberadaanya akan menimbulkan banyak persepsi, di masyarakat berkembang akan tragedi pencaplokan batas wilayah yang menimbulkan sengketa, salah satu contoh antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar tentang Gunung Kelud. Meruntut lebih jauh patok PABU adalah tanda medan atau triangulasi yang tercatat nomor regrestasi maupun koordinat geografis bujur lintang, tercatat dalam pemetaan Nasional dalam hal ini BAKORSURTANAL (Badan Koordinasi Pemetaan Nasional) yang berwenang tentang pembuatan ataupun revisi peta rupa bumi di Indonsia, juga JANTOP (Jawatan Topografi) TNI AD untuk pembuatan peta topografi guna kepentingan pertahanan Negara.* ( at )

DI LANGSIR ; RADAR GEOGRAPHIC

direktur Cagar EDY TOYIBI (Alm)


ETC Tuban -Mendiang Direktur Cagar EDY TOYIBI Tokoh aktivis lingkungan, pendiri Organisasi Pencinta  Alam (OPA) di 4 (empat) kampus di-Kabupaten Tuban dan SISPALA.

Ungkapku...........

ketika banyak orang terhanyut karena uang, kau selalu gigih berjuang.
ketika pilihan utama adalah kemapanan, kau lebih mememilih kesederhanaan.
pada saat kata yang dapat terucap hanya "Diamkan", kau berteriak "Lawan".
pada saat yang dikedepankan pramagtisme, kau lebih menjunjung idealisme.

saat ini kau telah berpulang, nyanyian alam akan terus berkumandang.
kau meninggalkan jejak kebenaran, lawanmu akan menjadi segan.
selamat jalan pejuang lingkungan, selamat jalan sahabat/guru.
cita-citamu tentang kelestarian lingkungan semoga dapat diwujudkan, dilanjutkan GENERASImu.....(AT).

Gus At & Edy Toyibi (Alm)

Aktivis dan Journalist

Akses Jalan PLTU Terjang Situs Kadipaten Tertua di Tuban

Alkisah pada waktu itu kerajaan pajajaran yang dipimpin Prabu Bandjarasari yang berpusat di dekat Ciamis Jawa Barat mempunyai putra Raden Arya Mentahun. Raden Arya Mentahun mempunyai anak bernama Raden Arya Randu Kuning, putra mahkota tersebut mengembara kearah timur hingga sampailah di kawasan utara gunung Kalak Wilis Bogang Jenu, sesampai ditempat itu lalu melalukan babat hutan untuk mendirikan Negara dan berkeinginan menjadi Bupatinya.
Hutan tersebut yang terletak dekat dengan pantai di kenal dengan nama Hutan Srikandi yang masih hutan belantara dan berkat kerja kerasnya lama-kelamaan menjadi perkampungan yang diberi nama Kabupaten Lumadjang Tengah, dengan Bupatinya Raden Arya Randu Kuning bergelar Kjai Gede Lebe Lontang pada abad ke 12 M. Kjai Lebe Lontang atau Raden Arya Randu kuning membawa rakyat kabupaten yang dipimpinya menjadi sejahtera, makmur dan sejahtera dengan melakukan semedi guna menambah kesaktianya di tapaan Kalak Wilis sebelah selatan Bogang, yang saat ini dipenuhi berbagai tumbuhan berumur ribuan tahun dan masih terjaga, serta bekas tapaan yang dibangun pendopo kecil yang sering dikunjungi para peziarah saat ini.
Dari catatan sejarah buku 700 tahun Tuban karangan R. Soeparmo, Raden Arya Randu Kuning memimpin Kabupaten Lumadjang tengah selama 22 tahun. Kjai gede lebe lontang mempunyai putra Raden Aryo Bangah yang mendirikan Kabupaten di Gumenggeng (sekarang Desa Gumeng Kecamatan Rengel) dan Raden Aryo bangah mempunyai putra Raden Aryo Dandang Miring membuka hutan Papringan (Desa Perunggahan Semanding), 3 abad kemudian Papringan menjadi pusat kota Tuban mengambil istilah metu banyune = Tuban yang dipimpin Raden Aryo Dandang Watjono sebagai cikal bakal Kabupaten Tuban hingga saat ini, meski mengalami beberapa kali perpindahan pusat pemerintahan.
Satu deret dengan Kabupaten Lumadjang Tengaha didapati banyak petilasan yang ada kaitanya antara lain, bukit Minak Koncar, sendang Kaputren dan tapaan gunung Kalak Wilis. Bukit Minak Koncar berupa punggungan batuan kapur terletak di barat situs tapak Kabupaten dan sekarang berada persis di utara kampung dan sudah carut marut banyak cekungan akibat galian, hanya menyisakan satu dua bongkahan batu besar.
Di selatanya dari bekas Minak Koncar tepatnya di selatan jalan Daendels terdapat telaga yang dipenuhi
tumbuhan teratai dengan diameter 50 – 100m yang oleh masyarakat sekitar masih dianggap keramat dan sering dilakukan manganan/sedekah bumi setahun sekali. Bergerak keselatan mendaki hamparan bukit ditumbuhi pohon – pohon tua , dari randu alas, tenggulun, dan didominasi oleh pohon asem. Dari tempat tersebut dapat memandang luas ke sekeliling dengan jelas antara lain laut utara dan lembah Kecamatan Kerek – Montong yang saat ini terlihat hamparan tambang komplek pabrik semen.
Tepat berada di puncaknya/top hill terdapat petilasan/cungkup yang dipercaya sebagai tempat semedi Raden Aryo Randu Kuning untuk memohon pada sang pencipta demi kemakmuran rakyatnya. ”Di Kalak Wilis juga sering muncul macan putih dan kuda juga kijang secara ghoib, terutama saat senja “ terang Mbah Irfan juru kunci kalak wilis umur 70 tahun.
Lokasi situs Kabupaten Lumadjang Tengah di utara Dusun Bogang memanjang dari timur ke barat sekitar kurang lebih 3 kilometer persegi, berada di perbatasan desa Wadung dan Kaliuntu, hamparan lokasi tersebut sekarang dibelah oleh akses jalan menuju PLTU Jenu dan jalan daendels tepatnya di Dusun Bogang, yang menguatkan tempat itu tempat sejarah purbakala diantaranya banyak ditemukan artefak keramik kuno, uang logam tiga jenis dan perhiasan emas kerajaan oleh penduduk yang tak utuh lagi, akibat terkena alat pembajak pertanian, yang diduga perabotan peninggalan Kabupaten Lumadjang Tengah. ”Banyak ditemui pecahan keramik apalagi disaat masyarakat menggarap ladang dan sawah, namun sudah tidak utuh lagi mas, kena cangkul dan traktor”, ujar Musa 25 tahun warga sekitar yang mengantar wartawan sosialnews ke lokasi.
“Tak hanya itu, ditemui juga pecahan uang kuno 3 macam dan tidak sedikit perhiasan emas seperti kerajaan, namun oleh penduduk sering dijual bagi yang berkeinginan,“ papar pemuda yang juga lulusan perguruan tinggi di Tuban.
Secara terpisah Sunaryo yang membidani seni budaya dan periwisita saat dikonfirmasi via telepon mengatakan “Saya malah belum tahu mas,“ jawabanya singkat di balik telepon setengah gugup.
Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Sutrirno, saat dikonfirmasi wartawan sosialnews mengatakan, “Saya akan melakukan investigasi di lapangan, dan urusan saya lebih banyak pada pendidikan,“ ujarnya. Namun demikian peryataan Sutrisno tersebut sebagian kontradiktif karena sekarang UPTD museum Kambang Putih yang mengurusi benda peninggalan budaya di bawah kepemimpinanya. “Tentang wilayah yang diduga peninggalan budaya dan dijadikan jalan utama PLTU, saya nggak ikut-ikut urusan ANDAL, itu wilayah BLH mas,“ ungkap pejabat yang lama memimpin DIKPORA tersebut.
Lingkungan
Dalam dokumen ANDAL PLTU Jenu potensi kebudayaan lokal yang mengandung sejarah tinggi tersebut tidak termaktup didalamnya, alih-alih dibahas oleh pemrakasra dan pembuatnya yang di bahas secara ilmiah disebut aja tidak. “Jika dari petunjuk temuan lapangan sementara ini sangat ironis dan kecerobohan karena dalam penyusunan dokumen ANDAL dapat mencari informasi pada beberapa data sekunder tentang itu (700 tahun tuban), mudah didapatkan pada dokumen Pemerintah Daerah” papar diretur Cagar, Edy toyibi.
“Kegiatan usaha dan ANDAL tersebut patut diduga memenuhi pelanggaran hukum cagar budaya yang dibarengi sangsi, juga terancam dilakukan kajian ulang karena ini dapat bersentuhan dengan perbuatan pidana,“ ujarnya saat menemani di lokasi.
”Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 pasal 105 adalah memuat tentang ancaman pidana dari 1 – 5 tahun dan denda Rp 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah) sampai Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) bagi setiap orang yang merusak cagar budaya,“ tambahnya.
“Yang lebih memprihatinkan tidak ada papan pengumuman kawasan cagar budaya, padahal dalam sejarah Tuban tercatat sangat jelas, ini tahu apa pura-pura tidak tau?“ Ujar lelaki yang juga sekretaris Cabang Ikatan sarjana Hukum di Tuban .Ini salah satu dari sekian banyak tapak jejak budaya Tuban yang tidak mendapat perhatian pemerintah sedikitpun*(at )

Kehidupan di Antara Bongkahan Batu

TUBAN – Seperti dalam bagian tulisan sebelumnya, bahwa dasar lembah purba apabila ditelusuri secara detail ada sebagian yang dipenuhi oleh bongkahan batu kapur dengan ukuran besar (boulder), namun lahan di antara bongkahan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan pertanian dan tempat mendapatkan dedaunan sebagai makanan hewan piaraannya.
Potensi keunikan fenomena geologi lain pada hamparan dasar lembah purba selatan Tuban yang notabene satu kesatuan lingkup kawasan karst kendeng utara yang merupakan batuan formasi rembang, salah satunya dengan adanya sebaran bongkahan batu-batu kapur berukuran besar yang dalam istilah ilmiahnya disebut boulder. Keberadaan boulder pada area kawasan karst merupakan bagian yang tak terpisahkan sebagai pencirian fisik makro eksokarstologi.
Terbentuknya bongkahan batu-batu kapur berukuran besar maupun sedang dan kecil (boulder) akibat adanya runtuhan secara fisik sacara alamiah seiring dengan gerak dinamik alam itu sendiri baik disebabkan oleh sisa gerakan tektonik lempeng bumi maupun proses konsentrasi kimia yang memicu lepasnya sebagian batuan dari kesatuannya.
“Fenomena geologi boulder dapat dijumpai hampir pada seluruh kawasan karst di dunia sebagai pencirian secara makro permukaan, disamping bukit, lembah dan tebing,“ Edy Toyibi, Direktur Cagar menjelaskan.
“Boulder selain di permukaan juga dapat ditemui pada lorong-lorong goa kapur, sebagai fenomena endokarst (bawah permukaan ), akibat runtuhan atap goa seiring proses terbentuknya goa itu sendiri biasa disebut dalam istilah keilmuannya speleogenesis“ tambah Edy.
Dari penyisiran sosialnews bersama Cagar yang dilakukan pada dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan untuk mendapatkan gambaran detail tentang keberadaan kawasan lembah purba yang dasarnya didominasi oleh boulder, akan kontribusinya pada lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat sekitar.
“Pada bongkahan boulder dengan sifat batuannya yang mudah larut atau dapat meloloskan air hujan melalui porositas dan permeabilitas dipermukaanya terdapat cekungan dengan tepian runcing-runcing, berbagai ukuran biasa disebut lapies bahkan banyak ditemui sampai membentuk lobang-lobang dalam,” papar Edy.
“lobang-obang itulah yang biasanya digunakan beberapa spesies hewan atau burung untuk berkembang biak, dan bahkan digunakan sebagian tumbuhan berbatang keras sebagai alur akar mencapai media tanah untuk asupan nutrisi “ edy yang nerocos mengebu – gebu menjelaskan
“Maka hal yang biasa jika diatas bongkahan boulder hidup pepohonan besar tetap tumbuh dan berkembang meski melewati beberapa musim kemarau tiba,” Edy menunjuk pohon randu hutan yang akarnya mencengkeram boulder besar.
Pada musim kemarau ataupun penghujan sisi boulder yang membentuk payung (canopy) dimanfaatkan masyarakat petani sebagai tempat menyimpan cadangan pakan dan kandang ternak bahkan berbagi tempat dengan pemiliknya, agar tidak jauh dari tanah garapan pertanian lahan kering yang memanfaatkan lahan diantara bongkahan untuk ditanami berbagai jenis kebutuhan pangan, dari jagung, ketela pohon dan rambat, cabe, kacang-kacangan sampai pada umbi-umbian lainya .
“Kalau kemarau kita cangkuli tanahnya agar musim hujan dapat saya tanami, Pak,“ kata Warsono (55 th) penduduk desa sekitar yang bertani memanfaatkan lahan-lahan di antara bongkahan batu di dasar lembah purba.
“Bagaimana lagi Pak? Sejak kakek saya ya mengolah tanah di sini, karena nggak punya tanah di atas sana,” tambah Warsono.
Lain lagi apa yang disampaikan Tikah (60 th), “Kalau musim rending (penghujan-red) dan musim ketigo (kemarau-red) bersama anak sepulang sekolah, ya mencari makanan untuk kambing,kadang ya sampai naik ke batu-batu itu, Pak,“ kata perempuan itu sambil sibuk mencari dedaunan dengan anak perempuannya.
“Juga mencari kayu bakar, Pak, kan banyak itu yang pohonnya kering,“ sambil menunjuk dahan dan ranting kering.
“Sifat dan unsur tanah di antara bongkahan batu kapur (boulder) baik dari fisik, kimia dan biologi terpenuhi untuk bercocok tanam bagi petani dengan catatan tak merubah bahkan merusak bentukan boulder tersebut karena sebagian unsur tanah didapat dari keberadaan boulder, melalui limpahan proses pelarutan kimia batuan dan limpahan unsur biologi dari sisa uraian serasah tumbuhan,“ kata Edy yang juga masih berstatus mahasiswa pertanian semester akhir.
“Akan lebih parah lagi jika terjadi pembiaran eksploitasi sebaran boulder dengan penghancuran untuk kepentingan lain oleh pihak tertentu. Mestinya diarahkan ditempat yang tak mempunyai dampak perubahan bahkan hilangnya fenomena geologi tersebut, itu baru bijaksana, Mas,” ujar Edy lelaki yang menghabiskan waktu luangnya untuk memantau kawasan karst. *(SNC – at)

PINTU AIR KANAL TIMUR LEMBAH PURBA

TUBAN, sosialnews.com – Seperti pada bagian Lembah Purba terdahulu, bahwa Lembah Purba pada sisi timur laut terdapat bentukan lorong lebar hingga mencapai 1.5 km yang menuju ke laut utara Pulau Jawa tepatnya di Kecamatan Palang membentuk seperti kanal raksasa.
Kanal timur Lembah Purba yang mempunyai lebar 1,5 km dibatasi oleh punggungan Dusun Mangkung Desa Ngino dan Desa Medokan dengan kedalaman dasar lembah kanal 150 – 175 mdpl, tepat di dasar lembah mengalir Sungi Klero hasil kumpulan dari empat anak sungai musiman di atasnya yang masih dalam area Lembah Purba. Sungai atau biasa disebut Kali Klero berkelok-kelok indah, mempunyai panjang sekitar 15 km sampai pada muara di antara Desa Kradenan – Gesikharjo Kecamatan Palang dengan melewati beberapa wilayah Desa Dermawu (hulu), Sambongrejo, Ngino, Genaharjo, Tunah (Kepet), Gesing, Dawung, Kradenan Dan Desa Gesikharjo (muara) .
Kawasan lembah kanal timur dan berbelok kearah utara merupakan areal lahan pertanian produktif, mulai dari lahan pertanian kering/tadah hujan sampai lahan pertanian lahan basah/sawah, ditunjang lapisan tanah secara fisik mempunyai ketebalan yang lumayan dari dasar batuan kapur yang mengalasi (top soil).
“Subur Pak kalau dapat pengairan yang cukup,“ ujar Sholeh (60 th) petani penggarap asal Desa Ngino yang lahanya berada di lintasan lembah kanal timur, sambil sibuk mencangkul kanan kiri tanaman jagung.
”Kalau musim kemarau ya kita ambilkan air dari Sungai Klero dengan bantuan mesin, namun masih ada sebagian warga yang masih mengambil air dengan cara memikulnya,“ cerita Sholeh.
“Kanal timur ini terbentuk setelah Lembah Purba ini ada, karena setelah Lembah Purba yang berbentuk cawan ini terbentuk akibat kejadian geologi adanya gerakan tektonik, sehingga terjadi colaps/penurunan permukaan dalam wilayah yang luas ditambah proses kimiawi berupa pelarutan sehingga membentuk cekungan seperti cawan raksasa,“ kata Edy Toyibi Direktur Cagar
“Bentukan morfologi/permukaan tersebut menampung air yang cukup besar, jika digambarkan seperti danau, begitulah Mas,“ tambah Edy.
“Dinding dari Lembah Purba yang berbentuk cawan tersebut, berupa dinding terjal atau perbukitan kapur yang mempunyai sifat bawaan dapat meloloskan air melalui lubang mikro pada batuan (intragranuler), sehingga pada sisi timur yang daerah paling dapat didesak air, lama-kelamaan jebol dan membentuk lembah menyerupai kanal untuk menjadi jalan air menuju tempat yang lebih rendah yaitu laut utara,“ terang Edy.
“Namun untuk menyingkap itu semua perlu dilakukan kajian keilmuan lebih lanjut dan mendalam sebagai aset fenomena geologi unik,“ Edy menjelaskan.
Dari pantauan sosialnews di lapangan bersama Cagar, aliran kanal timur berpencar kearah timur menuju aliran Bengawan Solo di Kecamatan Widang, sebab aliran yang membelok ke utara terpecah dengan adanya deretan punggungan Pakah, Gesing, Ngimbang dan Galang sehingga yang ke utara dapat dijumpai jejeknya melalui Sungai Klero dan yang ke Bengawan Solo melalui daerah flat (datar) berupa sawah melewati Desa Sumberagung (Dempel), Penidon, Mrutuk sampai Widang.
potensi Lembah Purba tersebut jika didekati dari berbagai keilmuan serta kearifan peradaban akan banyak dapat dikuak kepermukaan, sebagai pengkayaan pengetahuan dan pembelajaran dan sebagai laboratorium alam yang sangat luar biasa, “Ini menunjukan bahwa bumi bergerak dinamis sampai sekarang dengan sendirinya, namun yang memprihatinkan adanya campur tangan manusia seperti eksploitasi ekstraktif tak terkendali, menyebar dan masif, mengacaukan ritme pergerakan alam,“ kata Edy Toyibi, aktivis lingkungan ini mengakhiri.*(at)